Ichi-go Ichi-e, Konsep Budaya Jepang untuk Menghargai Setiap Momen
Hallo! Perpustakaan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
5 Novel Berlatar Sejarah Pasca Tahun 1966 dari Penulis Terbaik Indonesia
Dari cerita fiksi kita dibawa pada sejarah kelam Indonesia
Peristiwa pada tahun 1965-1966
hingga tahun-tahun berikutnya penuh dengan konflik yang tak mungkin dituangkan
dalam buku pelajaran Sejarah secara konvensional. Puncaknya tahun 1966 terjadi
pembantaian usai peristiwa G30S PKI 1965 dan gelombang demonstrasi, di mana
Soekarna lengser dan masa Orde Baru dimulai. Soeharto pun perlahan menjadi diktator
yang menguasai Indonesia selama 32 tahun dan meletuskan kerusuhan terbesar di Negara
ini pada tahun 1998.
Melalui cerita fiksi, baik novel,
cerita pendek, puisi maupun karya prosa lainnya telah merekam peristiwa tersebut.
Tak lekang oleh waktu untuk menyampaikan pesan pada generasi berikutnya tentang
bagaimana sejarah Indonesia sebenarnya. Berikut ini adalah beberapa novel
dengan kisah dan latar peristiwa pasca peristiwa 1966 dari para penulis terbaik
Indonesia.
1.
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari
Novel ini
diterbitkan pertama kali di tahun 1982 oleh salah satu penulis terbaik
Indonesia, Ahmad Tohari. Sejarah panjang seputar publikasi novel ini yang
dulunya dibagi dalam trilogi dan beberapa film adaptasinya, membawa novel ini melalui
penerbitan berulang kali.
Ronggeng Dukuh
Paruk menceritakan tentang seorang gadis desa yang bernama Srintil, ia menjadi
kembang desa yang piawai menari dan diam-diam menjalin hubungan dengan Rasus
seorang kawan kecilnya. Namun kisruh terjadi pada tahun 1965, pedukuhan dibakar
dan seluruh seniman ronggeng di tangkap.
Srintil ikut
ditangkap dan diperlakukan tidak beradab oleh para petugas di penjara, meskipun
ia dilepaskan dan masih harus wajib lapor. Sebagai narapidana dan disebut-sebut
PKI, Srintil berusaha kembali memperbaiki hidupnya. Sampai pada akhirnya ia bertemu
seorang pria bernama Bajus, malang nasib Srintil ternyata Bajus berniat jahat.
2. Saman
dan Larung karya Ayu Utami
Saman adalah
novel pertama karya Ayu Utami yang terbit tahun 1998, dengan latar pada masa kekuasaan
Orde Baru. Novel ini merupakan pemenang Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta
tahun 1998 dan menjadi awal pergerakan sastra baru kaum hawa yang disebut juga
sastra wangi.
Saman adalah
seorang mantan pastor di pedalaman Sumatera Selatan yang beralih menjadi
aktivis penentang pemerintahan Orde Baru. Kala itu daerah permukiman penduduk
hendak diambil alih oleh pemerintah untuk perkebunan kelapa sawit, bagi mereka
yang menolak, pemerintah tidak akan segan-segan melakukan tindakan kekerasan.
Saman sendiri terhubung dengan 4 sahabat wanita, yaitu Shakuntala, Cok, Laila
dan Yasmin Moningka. Dan seorang gadis kecil dengan keterbelakangan mental yang
bernama Upi. Dalam novel ini, Ayu Utami akan membahas bagaimana perspektifnya
mengenai seksualitas wanita dan gaya era pemerintahan Soeharto.
Larung adalah
novel lanjutan dari Saman yang terbit tahun 2001, masih bercerita tentang Saman
yang telah melarikan diri ke New York dengan bantuan 4 sahabat wanita Yasmin
dan kawan-kawannya. Pada titik ini, Larung akan muncul sebagai sosok aktivis
lain yang bergabung dan membantu Saman untuk melarikan beberapa aktivis
lainnya.
3.
Amba karya Laksmi Pamundjak
Novel Amba
terbit pertama kali pada tahun 2012 yang berkisah tentang seorang wanita yang
kembali mereguk ingatannya di Pulau Buru. Pada mulanya Amba bertemu dengan
seorang pria bernama Bhisma dan menjalin hubungan, tetapi hubungan itu
tiba-tiba saja terputus ketika terjadi Peristiwa G30S PKI di Yogyakarta. Bhisma
menghilang dan diasingkan di pulau Buru pada tahun 1971, ia meninggalkan Amba
yang tengah hamil.
Novel Amba meraih
penghargaan LiBeraturpreis tahun 2016 di Jerman, membuat nama Laksmi Pamundjak
semakin dikenal tidak saja di Indonesia tetapi juga di dunia Internasional.
Amba memiliki novel lanjutan yang berjudul Kekasih Musim Gugur yang terbit pada
tahun 2020 dengan waktu dan peristiwa yang sudah berbeda.
4.
Pulang karya Leila S Chudori
Leila S
Chudori adalah mantan wartawan senior di Tempo, setelah masa-masa yang tidak
lagi sibuk ia kembali menulis novel dan menerbitkannya. Salah satu karyanya
yang terbit pada tahun 2012 yang berjudul Pulang, kisah tentang para aktivis di
era tahun 60-an dan 90-an, di mana para mahasiswa di luar negeri yang tidak
bisa kembali ketika peristiwa G30S PKI kemudian kisah beralih pada kerusuhan tahun
1998.
Cerita bermula
ketika 4 sahabat mendengar beberapa kawannya di Jakarta ditangkap tentara dan
tewas sekitaran tahun 1968. Mereka terpaksa menyandang status eksil di Prancis sambil
bertahan hidup dengan mengelola sebuah restoran. Kemudian, pada tahun 1998
Lintang Utara merupakan salah satu anak dari 4 sahabat eksil kembali ke
Indonesia. Apa yang terjadi di Indonesia sungguh mencengangkan, kerusuhan
terjadi pada Mei 1998 dan tumbangnya Soeharto setelah 32 tahun berkuasa.
5.
Laut Bercerita karya Leila S Chudori
Novel Laut
Bercerita menjadi best seller saat ini dan berhasil menyentuh pembaca lebih
luas di kalangan generasi millennial dan Gen Z. Novel yang terbit pertama kali
tahun 2017 ini telah diadaptasi dalam film pendek dan menjadi bahan diskusi di
mana-mana, novel ini juga telah terbit dalam bahasa Inggris.
Bermula dari
kisah seorang mahasiswa yang bernama Laut, ia merupakan penggerak sebuah
aktivitas perlawanan pada masa Orde Baru, tahun 1996 hingga 1998. Saat
kerusuhan terjadi dan banyak aktivis yang hilang, Laut pun ikut menghilang.
Jauh di tahun yang berbeda setelahnya, Asmara adik Laut membentuk lembaga
khusus untuk menangani orang yang dihilangkan secara paksa. Dan mencoba
menelusuri peristiwa hilangnya Laut dan kawan-kawannya.
Itulah beberapa novel yang
mengambil latar pasca tumbangnya Orde Lama dan berganti masa Rezim Orde Baru. Banyak
kisah kelam yang selama ini tak pernah kita bayangkan, namun generasi kini
perlu mengetahuinya, meski hanya melalui cerita fiksi. Banyak peristiwa sejarah
yang benar adanya di dalam cerita-cerita tersebut.
*)Source Image: commons.wikipedia.org
Siapa Sangka Menulis Ternyata adalah Pekerjaan yang Melelahkan
Beberapa bulan terakhir ini, tepatnya sekitar november 2022 tahun lalu, saya mulai rutin menulis artikel. Setidaknya dalam sebulan ada 2 atau 3 artikel yang bisa saya selesaikan di tengah-tengah kesibukan kantor. Dan mulai mengirimkan tulisan ke situs komunitas media online yang sejauh ini ada tiga artikel yang mereka publish. Masih terlalu sedikit untuk menjadi verified writer di sebuah media community. Bener-bener harus lebih giat belajar lagi nih! gimana sih nulis artikel yang bagus dan diminati media. Dan memang alasan sebenarnya mengapa saya mulai menulis artikel adalah karena katanya, menulis artikel bisa jadi cuan. Hahaha.
Artikel yang tidak berhasil dipublish maka saya posting sendiri di blog pribadi. Lumayan blog ini jadi gak sepi. Tahun lalu, saya juga mencoba menulis novel di platform online yang beberapa tahun terakhir ini sangat populer di kalangan remaja hingga ibu-ibu rumah tangga. Dan menarik nya juga sudah menyentuh mereka yang jauh di pedesaan lho. Namun, saya belum bisa konsisten menulis cerita dan gak sabar ingin segera memiliki banyak pembaca. Ya, mungkin karena motivasi utama saya tadi itu, untuk mendatangkan cuan, hahha.
Kabar gembiranya adalah, beberapa waktu terakhir ini saya jadi beneran suka menulis artikel. Menyenangkan rasanya ketika berhasil menyelesaikan sebuah artikel dan gak percaya bahwa saya berhasil menyelesaikan sebuah tulisan. Em, teknik penulisan artikel National Geographic menjadi favorit saya akhir-akhir ini dan saya berusaha mempelajarinya, yaitu teknik bercerita untuk menggambarkan ilustrasi tema yang rumit sehingga mudah dipahami.
Seperti judul saya di atas, menulis ternyata sangat melelahkan. Begitulah adanya, untuk menyelesaikan sebuah artikel sepanjang 500 kata saya bisa menghabiskan hampir separuh hari, seharian, atau bahkan hingga dini hari saya pun masih menulis. Tergantung tema yang diangkat dan referensi yang ditemukan. Ketika saya tengah tenggelam dalam tulisan, saya menjadi benar-benar lupa untuk melakukan hal yang lain. Enggan beranjak dari meja tulis atau laptop atau bahkan dari handphone, karena kalau lagi bosan menulis duduk saya akan menulis di handphone sambil berbaring. Saya juga sering mengabaikan waktu makan dan tak peduli dengan rasa lapar di perut yang sudah meronta-ronta.
Waktu akan menjadi lebih lama pada saat sedang mencari referensi tiba-tiba saya menemukan tulisan yang menarik, namun tidak sesuai dengan referensi yang saya cari. Meskipun tergoda dan sempat teralihkan, karena menemukan referensi yang beririsan dengan tema tetapi tidak sesuai dengan kerangka tulisan. Saya juga harus tetap fokus dengan tujuan penulisan artikel. Selain itu, menulis di platform online harus menyediakan ilustrasi yang cocok, nah! ini juga cukup menghabiskan waktu karena perlu mencari foto atau gambar yang menarik. Foto atau gambar juga sudah banyak tersedia di situs-situs gratis seperti unsplash.com atau freepik.com.
Di era teknologi sekarang ini kita patut bersyukur, referensi tersedia online berupa buku, jurnal, website dan lain sebagainya yang bisa dijadikan rujukan. Kebayang kan kalau harus mencari sumber keluar dan memilahnya lagi, that's why penulis yang baik harusnya dibayat mahal. Hahaha.
Well, saya akan puas melihat hasil tulisan saya setelah melalui proses editing njlimet cukup memakan waktu bagi saya. Hahaha. Semoga tahun 2023 ini menjadi tahun yang meningkatkan kompetensi dan hasil kepenulisan saya baik artikel maupun novel. Meskipun aktivitas membaca jadi berkurang, sepertinya saya perlu menemukan ritme dan jadwal rutin untuk kedua aktivitas ini. Membaca dan Menulis :)
*)Source image: Unsplash and Pinterest
5 Ide Mood Booster yang Membangkitkan Semangat Menulis
Tidak hanya
mengembalikan mood menulis tetapi juga membuat situasi kembali kondusif
Saat
kelelahan kita bisa saja beristirahat dan mungkin kembali menemukan ide
tulisan, tetapi justru setelahnya sering kali kita merasa malas atau ide tulisan
tiba-tiba saja mandek dan tidak tahu harus memulainya dari mana. Kelelahan
hanyalah salah satu penyebab demotivasi dalam kegiatan menulis, masih banyak
lagi penyebab lainnya yang bahkan luput dari perhatian kita atau tak
terdeteksi.
Jangan khawatir, hal itu wajar dan kita harus mengatasinya dengan menemukan mood booster. Yuk, coba 5 ide di bawah ini:
1. Moodboard sebagai stimulan semangat menulis

Penggunaan moodboard
dalam dunia desain bukan lagi hal baru, biasanya para pekerja kreatif
menggunakan moodboard sebagai acuan dalam proyeknya. Mereka menyusun gambar
atau ilustrasi, palet warna, menyusun kata yang sesuai dengan font menarik dan
lain sebagainya. Seseorang yang memiliki latar belakang desain yaitu Cameron
Chapman menulis dalam toptal.com, bahwa salah satu tujuan moodboard adalah
untuk merangkum ide agar mudah disampaikan pada klien.
Bagi seorang
penulis moodboard seperti ini dapat diadaptasi, kita bisa membuatnya dalam
bentuk digital atau dalam bentuk fisik. Kita akan memilih gambar dari koleksi
pribadi atau dari situs gratis, kita bisa mengkurasi gambar juga menambahkan
warna dan quotation sesuai dengan topik yang kita sukai. Misalnya kita memilih
topik tentang aktivitas seorang penulis atau sebuah gambaran cerita yang pernah
terlintas sambil lalu, atau apa saja yang berhubungan dengan dunia kepenulisan
favorit kita.
Dalam bentuk
digital dapat pula memajangnya menjadi wallpaper di handphone atau di layar
laptop. Atau sengaja kita simpan dalam gallery yang sewaktu-waktu akan kita
gunakan untuk membangkitkan gairah menulis. Atau, gairah itu sudah muncul
ketika kita sedang mengerjakan moodboard.
Nah, jika kita menginginkannya dalam bentuk fisik, maka bisa saja kolase yang telah disusun tersebut dicetak dan dipajang di area meja tulis agar mudah dilihat. Bisa juga hasil kurasi foto dan gambar-gambar menarik langsung kita tempel di dinding.
2. Baca majalah yang menurutmu menarik

Majalah memiliki beragam gambar dan warna-warna
menarik, diminati berbagai kalangan dari anak kecil hingga orang dewasa. Menurut
penelitian dari MIS Research Centre University of Minnesota (t-sciences.com),
hal ini sangat relevan karena otak manusia cenderung lebih menyukai gambar dan
warna, di mana otak manusia 60.000 kali lebih cepat dalam memproses gambar
ketimbang teks.
Ketika sedang
merasa kehilangan semangat untuk menulis padahal sudah banyak ide di kepala
atau karena bingung memilih topik untuk ditulis. Cobalah buka kembali koleksi
majalah yang kita punya baik majalah fisik atau versi digital, bisa juga kita
cari majalah yang menjadi favorit dengan edisi terbaru. Dengan melihat-lihat
gambar dan cerita yang ada di sana serta sajian warna yang memanjakan mata, maka
otak akan segera menangkap stimulan ini dan memprosesnya lalu membangkitkan
kembali energi kita untuk menulis.
3. Tulis jurnal harian mengenai hal-hal yang menarik minatmu

Menulis sudah
diyakini para peneliti sebagai terapi yang mendatangkan banyak manfaat untuk
manusia. Khususnya dapat menenangkan karena kita dapat menguraikan kegelisahan dan
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Yang ditegaskan pula dalam penelitian Dr.
James Pennebaker, PhD dan Joshua Smyth PhD (psycom.net).
Saat dalam
situasi tidak ingin menulis artikel atau cerita yang menuntut untuk berpikir
dan tentunya sebuah dorongan, kita dapat memilih mengambil jurnal harian atau
buku harian. Menulis di sana tidak perlu berpikir keras atau banyak berpikir,
tulis saja tentang hal yang membuatmu bingung dan tidak bersemangat. Dan tulis
pula tentang hal menarik yang membuatmu penasaran, coba uraikan menurut
tafsirmu saat itu jangan pikirkan benar atau salah, tugasmu hanya menulis.
Barangkali bisa
kita sebut tulisan ngalor-ngidul, namun tanpa kita sadari apa yang tengah
dilakukan adalah sebuah proses yang bisa kita samakan dengan “brainstorming”
kita menulis topik dan kita menganalisisnya sendiri. Setelah mood kembali
pulih, keinginan untuk menulis seperti biasa akan kembali mendorongmu menuju
meja tulis dan membuka laptop.
4. Ngobrol
dengan orang terdekat mengenai hal terupdate

Membicarakan
perihal terupdate atau isu-isu yang sedang viral dengan orang terdekat dengan
memberikan sudut pandang pribadi dan mendengarkan pendapat mereka tanpa
khawatir salah bicara, ini juga bisa kita katakan “brainstorming.” Dikutip dari
laman niu.edu bahwa brainstorming adalah sebuah konsep dan metode yang telah
ada sejak 70 tahun yang lalu, salah satu manfaat brainstorming adalah menemukan
solusi.
Melalui obrolan
tersebut akan memicu otak kita menjadi lebih aktif dan terlatih untuk
menganalisis. Semangat pun akan kembali untuk segera menulis.

Di kala pikiran
sedang suntuk karena berbagai macam faktor, melakukan aktivitas apa pun terasa
enggan. Jangankan kembali menulis artikel atau melanjutkan tulisan novel atau
jenis tulisan lainnya, keluar kamar saja terkadang jadi malas.
Namun, yang
perlu kita ingat adalah bahwa hanya diri sendiri yang dapat mendorong situasi
negatif keluar dari dalam diri. Dan film yang bagus akan memperbaiki mood dan
mengembalikan energi untuk beraktivitas. Film yang bagus adalah menarik dari
segi cerita dan kualitas dari keseluruhan elemen yang membentuk film tersebut.
Hal ini dijelaskan dalam penelitian MRI Fungsional dari website mentalfloss.com,
bahwa otak emosional terpicu ketika menangkap ekspresi kita saat merespon apa
yang kita lihat dalam film, jadi itulah mengapa kita perlu memilih film yang
bagus untuk kembali membawa suasana yang kondusif.
Berbagai
situasi dapat menimbulkan kekacauan dalam rutinitas kepenulisan kita, entah itu
dari dalam diri sendiri atau datang dari faktor luar yang tidak dapat
diprediksi. Dan lebih banyak lagi hal-hal yang tidak terduga, tetapi selalu ada
cara untuk mengatasinya. Maka usahakanlah! selamat kembali menulis.
*)Source image Unsplash and Freepik