Pagi ini, saya tiba-tiba ingin menulis untuk diri saya sendiri tentang kehidupan perkantoran, tentang idealisme, tentang hubungan-hubungan antar manusia di dalamnya, dan seringkali saya merasa tersesat di tengah-tengah.
Kehidupan perkantoran tidaklah mengecewakan sebetulnya, walaupun saya tidak merasa menemukan identitas di sana. Baik, kita gak usah bicara tentang syukur yang justru akan menjadi batasan untuk meluapkan sesuatu yang saya sebut manusiawi. Seharusnya rasa syukur memang tidak dimaknai seperti itu... Ahh sudahlah.
Saya melihat kompetisi yang ketat dalam dunia itu, bicara tentang target, bicara tentang citra, bicara tentang profesionalisme, dan bicara-bicara lain yang rasanya tidak signifikan tentang gambaran kehidupan yang saya miliki.
Kompetisi adalah hal alamiah, dalam komunitas kehidupan manapun. Hanya saja, saya merasa kehilangan esensi ketika dihadapkan pada ritme persaingan yang terlalu keras, banyak ketimpangan hubungan di dalamnya ketika hal itu sulit untuk diikuti. Ya, mau tidak mau, siapapun di dalamnya harus mendayung bersama dalam perahu yang sama.
Mungkin begitulah naluri alamiah manusia, sebuah model survival. Namun, lagi-lagi saya merasa hal semacam itu adalah program yang dibuat oleh sebuah sistem di mana titik alamiah manusia tadi seperti sedang dikembangkan atau sebut saja dimanfaatkan.
Well, sudut pandang ada beberapa sisi, barangkali saya hanya melihat dari satu sisi. Idealisme pun berdebat di antaranya...
No comments:
Post a Comment