THOUGHT&BOOK

June 21, 2020

Review Buku: The Cuckoo's Calling by Robert Galbraith

by , in
Setelah sebelumnya saya pernah membahas The Silkworm, karya dari penulis yang sama yaitu Robert Galbraith atau nama lain dari J.K Rowling. Masih dengan detektif yang sama, Cormoran Strike dan sekretarisnya, Robin Ellacott. 

Sebetulnya The Cuckoo's Calling atau judul dalam bahasa Indonesianya yaitu Dekut Burung Kukuk, adalah buku pertama serial detektif Cormoran Strike loh, tapi saya bacanya kebalik. Hahaha...
Karena waktu itu sebetulnya pengen nyoba aja baca karyanya J.K Rowling dengan tema yang berbeda dan kebetulan di buku The Silkworm itu mengangkat kasus pembunuhan seorang novelis, jadi saya lebih tertarik ke tema itu duluan deh.

Daaan, saya cukup klik dengan Cormoran Strike dan Robin Ellacot, karakter masing-masingnya unik dan berkesan buat saya. Alurnya lumayan banyak menyimpan teka-teki dan benang-benang tersembunyi yang sebetulnya sangat berkaitan erat.

Oh ya, The Cuckoo's Calling sepertinya diambil dari nama panggilan sayang dari salah satu sahabat dekat si model yang mati terbunuh oleh kakak angkatnya. Yaitu si cuckoo.

Lula Landry, model yang sedang populer di Inggris, menghebohkan seluruh London ketika pada dini hari mayatnya diketemukan terjatuh begitu saja dari balkon apartemen mewahnya. Tidak ada spekulasi apapun yang mencurigakan, polisi pun mempublikasikan bahwa kasus tersebut adalah kasus bunuh diri.

Yah, tulisan saya agak-agak spoiler sih... hehe, karena saya ingin membahas setiap buku yang saya baca dari sudut pandang saya aja sih...
serial TV-nya nih
Siapa kira yang keukeuh bahwa itu adalah kasus pembunuhan dan melaporkannya tiga bulan setelah kejadian, John Bristow. Kakak angkat dari Lula Landry ini mendatangi detektif partikelir di jalan Denmark Street dan meminta Cormoran Strike menyelidikinya, ia rela membayarnya mahal. Dan ya, siapa kira bahwa justru dialah pembunuhnya. John Bristow.

Aneh kan, seperti yang Cormoran Strike katakan, mungkia John Bristow merasa dirinya pintar dan tak akan pernah tertangkap setelah dia pun menantang dengan pembunuhan salah satu sahabat lainnya dari Lula Landry, Rochell Onifade. Karena ia menjadi saksi wasiat terakhir dari Lula Landry, sayangnya gadis yang sedikit bermasalah kejiwaan ini pun memanfaatkan hal itu untuk memeras John Bristow. Ketika Cormoran Strike semakin dekat dengan bukti-bukti pembunuhan, Rochell terbunuh.

Dan sebetulnya lebih seru baca langsung deh, daripada menceritakannya kembali. Heheee...

Memang kemampuan Induksi dan deduksi Cormoran Strike dalam melihat suatu kasus patut diacungkan jempol, tak percuma ia mantan penyelidik cabang investigasi polisi militer kerajaan yang pernah bertugas di Afghanistan.

Novel-novel tentang detektif Cormoran Strike ini tidak hanya mencerikan alur mendebarkan setiap kasus-kasus yang ia selidiki, namun juga menceritakan konflik-konflik pribadi masing-masing tokoh penting dalam setiap bukunya. Begitupun dengan kehidupan pribadi Cormoran Strike, yang baru saja putus dari tunangannya yang cantik tapi mungkin saja mengidap Mythomania atau keadaan seseorang yang seneng banget berbohong sampe-sampe kebohongan itu ia anggap fakta.

Hubungan Cormoran Strike dan Robin Ellacot juga bikin gemes sih, tapi keliatan dikit di serial selanjutnya di the silkworm. Padahal Robin sudah tunangan dan sebentar lagi menikah dengan Matthew. Tapi kayaknya hubungan mereka gitu-gitu ajadeh di serial selanjutnya.

Nah, gitu doang sih yang bisa saya ceritain. Yang menarik adalah, kecerdasan si Robert Galraith kali ya dalam mengolah cerita misteri dan mengulasnya cukup dalam lewat karakter Cormoran Strike. Kalau soal kepenulisannya sih jangan diragukan lagi, seorang J.K Rowling imajinasinya memang luar biasa hingga bisa menulis begitu tebal.



*)Source Image: Pinterest, Reff: Google


June 21, 2020

Review Buku: Dengarlah Nyanyian Angin, Haruki Murakami

by , in
"Tidak ada kalimat yang sempurna. Sama seperti tidak ada keputusasaan yang sempurna."
Cerita ini dimulai tanggal 8 Agustus 1970, dan berakhir delapan belas hari kemudian, yakni tanggal 26 Agustus di tahun yang sama. (hal, 6).

Aku, seorang mahasiswa yang berkuliah di Tokyo begitu menggemari Derek Heartfield, sorang penulis yang bunuh diri. Namun, Derek Heartfield ini hanya sosok imajinasi dari Haruki Murakami. Aku, begitu ia membawakan narasinya dalam cerita ini, mengisahkan bagaimana ia tumbuh dewasa di kota kecil kelahirannya itu, sebuah kota kecil di tepi laut. Ia tumbuh dari seorang anak kecil yang sangat pendiam hingga menjadi seorang dewasa yang memiliki karakter tenang atau, apatis ya? entahlah, saya cuman ngerasa gak cukup hangat ketika berkenalan dengan tokoh 'aku' ini sebagai seorang pria, dia nyaris tanpa emosi yang dramatik. Tapi, cukup simpatik sebetulnya, ketika bagaimana ia memperlakukan Nezumi, sahabatnya di kota itu. Atau ketika ia menceritakan tentang kekasih-kekasihnya dan seorang teman kencan ketika ia liburan kuliah dalam delapan belas hari itu.
Mungkin, pertumbuhannya dipengaruhi oleh perkembangan masa ketika itu. Dimana Jepang baru tumbuh diantara dua budaya, yaitu tradisional dan budaya barat yang menjadi perkembangan modern setelah perang dunia II, dan ia pun mengidap penyakit saraf tulang belakang.

Ada juga cerita tentang Jay's bar, tempat minum yang biasa menjadi tempat bertemu 'aku' dan Nezumi. Di sana pula lah awal pertemuannya dengan seorang gadis misterius penjaga toko piringan hitam, yang gak sengaja menjadi teman wanitanya ketika itu.

Namun, kisah itu gak berlanjut. Gadis yang patah hati itu setelah menggugurkan kandungannya entah dengan siapa, menghilang begitu saja.

Sedangkan Nezumi adalah anak seorang hartawan yang entahlah, seperti muak dengan kehidupannya sendiri. Uniknya, Nezumi justru menjadi seorang novelis di kemudian hari, pada awalnya ia hanya terpengaruh dengan kebiasaan 'aku' yang senang membaca dan membawa-bawa buku.
Sebetulnya saya hampir lupa sih kisah dalam buku ini, karena udah beberapa bulan lalu bacanya, jadi mungkin yang saya ulas ini hanya potongan-potongan yang masih diragukan akurasinya hahaha... yah, ini hanya berdasar ingatan saya aja sih. Dan ngintip-ngintip lagi bukunya, tapi males juga ngebaca lagi ya.

Tapi, novel ini cukup tipis loh hanya 119 halaman. Yah, sedikit membosankan memang, karena ceritanya begitu hening dan terasa kosong, konfliknya sebetulnya gak ada yang harus diselesaikan atau mungkin delapan belas hari itu adalah konflik yang menjadi titik balik dalam diri 'aku'.

Seperti tulisan Haruki Murakami lainnya,  dengan gaya yang sama, selalu berhasil membuat kekosongan dan jeda hening dalam diri pembaca. Namun, selalu ada informasi yang keren dalam tulisan-tulisannya, dan saya sangat mengagumi gaya bercerita karena membuat saya larut merasakan masing-masing karakternya. Dan juga terbang jauh ke tempat yang ia ceritakan.

:)

*)source image: pribadi