Hmm, saya begitu terpukau dengan debur ombak yang pecah menghantam tebing-tebing terjal yang angkuh. Buih memercik ke wajah dan membuat saya terpekik kagum dan setengah ngeri.
Well, intronya puitis apa lebay ya? Haha.
Tapi beneran deh, pengalaman ke pantai-pantai bertebing di Nusa Penida meninggalkan kesan yang magis bagi saya. Bagaimana intensitas ombaknya yang seakan-akan ingin menghancurkan tebing-tebing yang perawan, bagaimana lautnya yang biru lalu toska lalu pasirnya yang putih, juga teriknya matahari Nusa Penida yang membakar. Saya jadi item banget ketika pulang dari sana, yah ya gak tanggung-tanggung saya total banget berjemurnya gak pake sunblock.
Lagi-lagi, tidak hanya itu.
Saya pun melihat keterbatasan di beberapa desa yang kami lalui untuk mengunjungi lokasi wisata. Mungkin cukup signifikan beberapa lokasi wisatawan seperti resort-resort yang tersebar, terhadap peningkatan perekonomian masyarakat Nusa Penida. Namun, saya pikir belum cukup merata, mungkin masih ada wilayah-wilayah perekonomian penduduk yang belum tersentuh atau dalam aspek-aspek yang lain.
Tapi Pulau ini sangat cantik, serpihan tanah dewata, Bali. Saya ingin kembali suatu hari, untuk menikmati suasana dengan lebih santai lagi di sini. Karena dalam waktu satu malam dan dua hari menjadi terlalu tergesa-gesa untuk saya yang pada dasarnya suka menikmati suasana tempat dan waktu. Untuk menyatu dengan getarannya :)
Perjalanan Menuju Nusa Penida
Dari Bandara APT Pranoto Samarinda langsung ke Denpasar. Setibanya di Bali, saya dan suami ingin segera istirahat sebelum menyusun rencana selanjutnya selama liburan kali ini. Ingin mencoba sendiri petualangan-petualangan kecil selama perjalanan, kami pun tak mencoba mandiri keluar bandara untuk mencari makan siang yang lebih murah dan kendaraan yang juga lebih murah.
Keluar bandara cukup jauh di tengah terik siang itu, kami tiba sekitar jam 11an siang lah. Ada beberapa makanan ramah muslim dan cukup terjangkau di luar area bandara Ngurah Rai yang sangat luas.
Setelahnya kami mencari-cari kendaraan online setelah tidak mendapatkan motor sewaan sehari untuk dibawa ke Sanur. Dengan alasan cukup jauh, bapak yang punya motor tidak setuju untuk menjemput motor di Sanur, ia minta diantar kembali ke area mangkalnya di seputaran bandara. Kan repot ya, lagian agak rugi juga sih karena motor gak bisa dibawa ke Nusa Penida karena di sana pun sudah ada penyewaan khusus.
Setelah mendapatkan layanan mobil online, kami pun minta diantar langsung ke hotel. Tapi, dengan keluguan sepasang suami istri ini, kami mengiyakan saja untuk diantar ke pelabuhan membeli tiket fast boat untuk besok pagi. Kata si bapak yang ramah ini, khawatir tidak dapat tiket jika tidak booking dulu sehari sebelumnya. Baiklah, tapi setelah muter-muter ternyata tiketnya agak mahal Rp 150,000/orang, tidak sesuai dengan review para pejalan lainnya. Jadi kami meminta untuk kembali ke hotel saja karena udah capek banget. Dan, perasaan saya dan suami udah kurang enak nih, sebetulnya dari pertama dia ajak muter-muter sih. Cuman karena si pak supir ramah banget jadi gak tega menolak. Setibanya di hotel saya pun bertanya berapa ongkos pengantarannya, walaupun di aplikasi sudah tertera, tapi saya yakin dia meminta lebih karena sudah mengantar kami muter-muter. Dan begitulah itu terjadi :D
Setibanya di hotel, ternyata kami harus upgrade kamar karena saya salah pesan jenis hotel. Ya sudahlah, over budget di kendaraan tadi dan hotel ini.
Kami akhirnya mendapatkan tiket fast boat dari Sanur ke Nusa Penida dengan harga Rp.80.000/orang, setelah mendapat info dari seorang kawan dan nemulah tiket onlinenya di google. :)
Keesokan paginya, sekitar jam 7an kami pun berangkat mengarungi lautan menuju pulau Nusa Penida. Perjalanan sekitar 45 menit. Di Nusa Penida kami pun menyewa motor untuk dua hari dengan Rp. 70.000/hari. Tenang aja, di pelabuhan udah banyak yang nyewain motor dan ketika mengembalikannya pun gak usah repot-repot karena bisa langsung tinggal aja di pelabuhan dengan kunci menggantung. Aman.
Setelah sarapan dan ceck in di cottage yang ternyata cukup menyenangkan dengan pelayanan yang ramah. Kemudian kami pun bersiap menuju pantai-pantai di daerah Nusa Penida barat, yang sempat kami kunjungi hanya beberapa pantai saja yaitu,:
Perjalanan Menuju Nusa Penida
Dari Bandara APT Pranoto Samarinda langsung ke Denpasar. Setibanya di Bali, saya dan suami ingin segera istirahat sebelum menyusun rencana selanjutnya selama liburan kali ini. Ingin mencoba sendiri petualangan-petualangan kecil selama perjalanan, kami pun tak mencoba mandiri keluar bandara untuk mencari makan siang yang lebih murah dan kendaraan yang juga lebih murah.
Keluar bandara cukup jauh di tengah terik siang itu, kami tiba sekitar jam 11an siang lah. Ada beberapa makanan ramah muslim dan cukup terjangkau di luar area bandara Ngurah Rai yang sangat luas.
Setelahnya kami mencari-cari kendaraan online setelah tidak mendapatkan motor sewaan sehari untuk dibawa ke Sanur. Dengan alasan cukup jauh, bapak yang punya motor tidak setuju untuk menjemput motor di Sanur, ia minta diantar kembali ke area mangkalnya di seputaran bandara. Kan repot ya, lagian agak rugi juga sih karena motor gak bisa dibawa ke Nusa Penida karena di sana pun sudah ada penyewaan khusus.
Setelah mendapatkan layanan mobil online, kami pun minta diantar langsung ke hotel. Tapi, dengan keluguan sepasang suami istri ini, kami mengiyakan saja untuk diantar ke pelabuhan membeli tiket fast boat untuk besok pagi. Kata si bapak yang ramah ini, khawatir tidak dapat tiket jika tidak booking dulu sehari sebelumnya. Baiklah, tapi setelah muter-muter ternyata tiketnya agak mahal Rp 150,000/orang, tidak sesuai dengan review para pejalan lainnya. Jadi kami meminta untuk kembali ke hotel saja karena udah capek banget. Dan, perasaan saya dan suami udah kurang enak nih, sebetulnya dari pertama dia ajak muter-muter sih. Cuman karena si pak supir ramah banget jadi gak tega menolak. Setibanya di hotel saya pun bertanya berapa ongkos pengantarannya, walaupun di aplikasi sudah tertera, tapi saya yakin dia meminta lebih karena sudah mengantar kami muter-muter. Dan begitulah itu terjadi :D
Setibanya di hotel, ternyata kami harus upgrade kamar karena saya salah pesan jenis hotel. Ya sudahlah, over budget di kendaraan tadi dan hotel ini.
Kami akhirnya mendapatkan tiket fast boat dari Sanur ke Nusa Penida dengan harga Rp.80.000/orang, setelah mendapat info dari seorang kawan dan nemulah tiket onlinenya di google. :)
Keesokan paginya, sekitar jam 7an kami pun berangkat mengarungi lautan menuju pulau Nusa Penida. Perjalanan sekitar 45 menit. Di Nusa Penida kami pun menyewa motor untuk dua hari dengan Rp. 70.000/hari. Tenang aja, di pelabuhan udah banyak yang nyewain motor dan ketika mengembalikannya pun gak usah repot-repot karena bisa langsung tinggal aja di pelabuhan dengan kunci menggantung. Aman.
Setelah sarapan dan ceck in di cottage yang ternyata cukup menyenangkan dengan pelayanan yang ramah. Kemudian kami pun bersiap menuju pantai-pantai di daerah Nusa Penida barat, yang sempat kami kunjungi hanya beberapa pantai saja yaitu,:
- Kelingking beach
Perjalanan cukup jauh dengan jalan yang berkelok-kelok membelah perbukitan dan dataran tinggi, ada beberapa titik jalan yang agak sulit karena belum di aspal. Tapi sepanjang perjalanan sungguh indah, aku menikmati sepanjang jalan yang di kiri-kanannya tumbuh pepohonan. Aku merasa ada dimanaaa gitu, meskipun tampaknya jalanan ini berbahaya jika tidak berhati-hati. Di Nusa Penida sangat panas, dengar-dengar sudah 9 bulan tidak hujan, padahal di Samarinda dan sekitarnya sudah kerapkali hujan deras.
Dalam perjalanan di daerah barat ini, kami lebih banyak disuguhi pemandangan permukiman penduduk yang hidup di tengah hutan dataran tinggi. Rumah-rumah mereka cukup rapi yang terbuat dari batako dan khas rumah-rumah orang Bali yang berdiri dengan beberapa bagian bangunan rumah. Rumah di sini cukup berjarak dan tampak sepi.
Nah, akhirnya tiba di lokasi wisata yang indah ini. Sungguh mendebarkan ketika melihat warna biru di kejauhan di bawah sana, namun juga terasa dekat. Pasir putihnya sungguh menggoda dengan gradasi warna laut bak batu-batu mulia entah apa namanya :D Tebing-tebing tinggi mengitari, ada tangga menurun yang sangat curam dan menurut saya tidak cukup aman. Lutut saya langsung menjadi lemas, ketika baru menuruni beberapa anak tangga yang tersusun dari papan dan pegangannya makin ke bawah makin tidak jelas, mungkin hanya tiang tangga yang amat berjarak dan tali dengan tebing di kiri-kanan. Entahlah, cukup mengerikan bagi saya, tapi banyak aja sih wisatawan yang berlalu-lalang turun-naik. Dengan panas yang begitu membakar, saya gak membayangkan bagaimana nanti naik kembali setelah saya nekat turun (misalnya), betapa melelahkan. Bersyukur lulut saya sudah gontai tak bisa melangkah lebih turun lagi, dan suami mendukung hal itu.
Namun, di seputaran atas tebing ini saja banyak spot-spot berfoto yang indah, dengan latar belakang bongkahan batu yang ditutupi kehijauan menjorok ke laut dan tampak seperti kelingking raksasa.
Ohya, jangan kaget ya jika nanti di pantai Sanur, boat tidak berlabuh di dermaga tapi di tepian pantai saja. Kita akan berjalan sendiri hingga ke pantai, jadi siap-siap basah kalau tiba-tiba gelombang datang. Tapi tenang orang kapalnya baik-baik, kita tidak akan kehilangan sandal karena ada tempat khusus yang disediain dan tas-tas kita yang agak merepotkan akan dibantu oleh mereka. Waktu keberangkatan juga begitu sih. Jadi siap-siap saja dengan pakaian yang cukup ringkas.
Hem, selain itu apa ya? oh ini, biaya masuk kawasan wisata pantai-pantai di sini cukup murah dengan hanya membayar biaya parkir 5000 untuk kendaraan bermotor. Dan air kelapa muda segar yang kami nikmati hanya 25.000. ")
Namun, di seputaran atas tebing ini saja banyak spot-spot berfoto yang indah, dengan latar belakang bongkahan batu yang ditutupi kehijauan menjorok ke laut dan tampak seperti kelingking raksasa.
- Broken Beach
Perjalanan menuju pantai ini dari kawasan pantai yang pertama kami kunjungi tidak terlalu jauh. Di sini pemandangannya juga sangat waw, dengan debur ombak yang perkasa menantang tebing-tebing kokoh. Broken beach sendiri adalah tebing yang bolong dan di tengahnya membentuk ceruk pantai seperti pantai yang tersembunyi. Tapi, sepertinya tidak ada jalan turun ke sana, jadi hanya melihat-lihat dari atas dan berpoto dengan latar tebing yang bolong.
Ketika itu ombaknya sangat tinggi, agak menuju sore ombak semakin menjadi sampai-sampai ombak naik menghantam tebing yang menjadi tempat wisatawan berkumpul menikmati pemandangan ke arah pantai lepas di atas tebing yang bolong. Sempat beberapa turis terkena limpahan air yang kuat itu, sampai-sampai satu orang turis wanita terjatuh dan beruntung segera di tarik bangun dan menepi ke daratan yang lebih tinggi.
Beruntung saya dan suami sudah menyingkir dari tempat itu, awalnya saya juga berdiri dan mengambil foto dari arah itu bahkan sempat duduk-duduk di rimbunan semaknya.
Saya menyaksikan ombak yang menyambar-nyambar itu tepat di hadapan saya yang sedang berada di seberang di belakang broken beach. Karena masih penasaran melihat-lihat pantai tersembunyi di bawah sana di dalam lebing yang berlubang dari atas. Sungguh luas.
Kami tidak sempat menikmati sunset di Crystal Bay karena terlalu sore hampir senja, padahal kami sudah di pintu masuknya. Bukan tanpa sengaja kami tiba di sana, melainkan karena tersesat ketika menuju pulang dari Broken beach, seperti biasa handphone kami mati dan jalannya ternyata rumit terlalu banyak simpangan dan kami lupa menuju titik awal kami berbelok. Hahaha.
Karena gak ingin pulang kemaleman, dan betapa mengerikan membayangkannya dengan medan jalan yang sering menyesatkan kami. Hehehe...
Oh ya, kami juga tidak bisa masuk ke Angel Billabong, yaitu sebuah ceruk di tepi laut yang menjebak air di dalamnya sehingga membentuk kolam raksasa yang indah dengan pemandangan debur ombak (kalau lagi bersahabat).
- Diamond Beach
Hari kedua kami meneruskan perjalanan mengunjungi pantai-pantai yang ada di daerah timur Nusa Penida. Kami sudah ceck out dan menitipkan barang di penginapan setelah sarapan nasi goreng dan secangkir kopi juga teh hangat untuk suami.
Ternyata dari penginapan kami terus saja ke timur, maka akan menemukan banyak warung-warung makan dan kios-kios serta pasar. Ini pusat keramaian Nusa Penida rupanya, sementara kemarin kami hampir putus asa mencari warung makan.
Perjalanan di Sisi timur ini lebih santai di bandingkan perjalanan sehari sebelumnya, meskipun jarak tempuh lebih jauh namun waktu yang digunakan sepertinya lebih singkat sih. Mungkin karena jalan yang tidak berkelok-kelok mengitari perbukitan, tapi jalannya yang menyusuri garis pantai dan hanya tidak terlalu jauh jalan yang menyusuri dataran tinggi.
Pemandangannya lagi-lagi sungguh menakjubkan. Diamond beach, seperti namanya layaknya seperti pecahan permata di last biru toska, batu yang berwarna putih di seputaran pantai, mungkin pecahan tebing dulunya. Saya dan suami kali ini berhasil menuruni pantai dan menikmati pasir putih dan buih-buih ombak di garis pantai yang indah.
Undakan tangga dari pahatan batu tebing in tidak lebih curam jika dibandingkan dengan yang di kelingking beach kemarin. Walaupun pegangannya cuman tali tambang tapi cukup merasa aman karena di sisi kanan menempel dengan tebing. Cukup ngos-ngosan ketika kembali dengan panas yang masih membakar, padahal belum terlalu siang loh.
- Raja Lima, Pulau Seribu dan Rumah Pohon
Sebenarnya ini masih satu kawasan saja, tapi tetap saja kita harus berkendara untuk menuju pintu masuk dan parkiran yang berbeda jalan. Ada simpang jalan di titik awal ketika masuk lokasi Diamond beach tadi, mau yang mana duluan sih gak jadi masalah.
Tapi pilihan kami ternyata tepat untuk bersusah-Susah terlebih dahulu ketika menuruni tebing di Diamond beach, karena jalan menuju Raja Lima lebih waw karena panas dan terbuka. Tidak terlalu curam walaupun cukup menanjak tapi lumayan jauh.
Sebelum melihat Pulau Seribu dan berfoto-foto di Raja Lima, kita akan menemui rumah pohon. Yaitu pondokan yang dibuat di atas pohon, bayar log kalau mau foot di saja. Dan tidak terlalu menarik bagi saya.
Saya lebih terpukau dengan hamparan batu-batu raksasa di sepanjang teluk ini, memang persis seperti Raja Ampat. Pulau Seribu sendiri adalah spot foto dengan latar bongkahan-bongkahan batu Raja Lima dan patung sesembahan khas orang Bali.
Memang tidak ada debur ombak yang seolah mengamuk, namun pasir putih, laut turquois, bongkahan batu raksasa yang Putih susu, memberi keindahan dan pengalaman menakjubkan yang berbeda dan berkesan dalam.
Dan lelah yang mengguyur sepanjang menanjak kembali dengan beberapa kali istirahat akhirnya terbayar tuntas dengan air kelapa muda yang kami nikmati d spot terbaik dengan embusan angin yang meyejukkan. Badan kembali segar, dan rasanya belum puas berada di Nusa Penida karena masih banyak tempat-tempat yang harus di jelajahi.
Sayang sekali, jam 3 sore kami harus berangkat kembali ke Sanur dan meneruskan perjalanan ke Ubud. Fast boat yang kami gunakan masih sama seperti kemarin dan pesannya juga online, walaupun kami pesannya baru tadi pagi, jadi kami dikenakan charge khusus. Saya lupa sih berapa, kalau gak salah sih 10.000 per tiketnya.
pemandangan sepanjang pantai di kawasan timur.
pemandangan sepanjang pantai di kawasan timur
Saya menyelesaikan tulisan ini terlalu lama, jadi banyak bagian-bagian yang telah terlupakan. konsep-konsep yang ingin saya tuangkan juga udah ambyar dari ingatan. Hahahaa, pelajaran buat perjalanan selanjutnya, setidaknya ditulis dulu kali ya di jurnal pribadi biar poin-poin pentingnya gak kelupaan :)
See yaaa.
Waah tempat impian buat dikunjungi 😍
ReplyDeleteiya mbk :) makasih mbak kunjungannya
ReplyDelete