Suami saya selalu menasihati saya, "seharusnya ketika sudah membaca banyak buku-buku, sikap kita bisa selaras dengan apa yang selama ini mengisi kepala kita." Well, kenapa nasihat ini selalu ada dibenak saya? hm, saya itu orang yang punya respon sedikit buruk ketika mendengar sesuatu yang kurang menyenangkan. Tentu saja hal ini menjadi gangguan khusus buat saya, menambah stress misalnya dan yang paling menyebalkan adalah saya gak bisa berhenti dihantui akan hal tersebut untuk beberapa hari. Ada juga semacam penyesalan di akhir, "kenapa sih aku terlalu lebay menanggapinya."
Jadi, menurut suami saya buku-buku yang bertumpuk itu akan menjadi identik jika kita menyerap semua bacaan tersebut kedalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana bersikap, bagaimana berbicara, bagaimana merespon sesuatu, bagaimana mengatur waktu, bagaimana memilah porsi berbagai hal, dan lain-lain. Namun, kenyataannya hal itu sulit dilakukan dengan sekali-dua kali latihan. Karena yang namanya karakter yah, sulit dirubah, tapi bukan berarti mutlak begitu adanya. Kita selalu punya waktu untuk menjadi lebih baik, karena sepanjang waktu kita akan dihadapkan dengan masalah yang sama, dimana kita yang perlu lebih protect sama pikiran dan sikap kita.
Agak malu juga kan, sudah banyak baca buku tapi cara bicaranya masih serampangan. Tempramen dan sebagainya, sangat tidak elok jika disandingkan dengan semua koleksi buku-buku diperpustakaan pribadi, hanya menjadi informasi yang tidak berguna alias sampah.
Sebetulnya banyak membaca buku-buku yang berkualitas adalah penyeimbang kesehatan pikiran dan mental, agar terhindar dari paparan stress, terutama bagi perempuan nih. Karena ketika pikiran berkerja dengan baik dimana pikiran kita mendapat akses yang lebih luas sehingga memungkinkan menjadi lebih responsif dan sensitif dalam mengindentifikasi informasi yang masuk. Pikiran dan sikap menjadi lebih terbuka (seharusnya).
Sebetulnya banyak membaca buku-buku yang berkualitas adalah penyeimbang kesehatan pikiran dan mental, agar terhindar dari paparan stress, terutama bagi perempuan nih. Karena ketika pikiran berkerja dengan baik dimana pikiran kita mendapat akses yang lebih luas sehingga memungkinkan menjadi lebih responsif dan sensitif dalam mengindentifikasi informasi yang masuk. Pikiran dan sikap menjadi lebih terbuka (seharusnya).
Bahkan pada saat saya menulis inipun saya masih dihantui sebuah peristiwa yang saya respon terlalu berlebihan, yang mana efeknya justru lebih besar ke saya. Kan gak mungkin mengulang waktu kejadian, hanya rasa sesal yang masih bercokol meresahkan. Tapi, mungkin ini adalah media latihan, yang sejatinya kita akan berproses seumur hidup, anggap saya sedang menjalani terapi dengan banyak membaca dan menuliskan apapun yang ada di kepala saya, karena seringkali terlalu banyak bicara pada orang lain justru membuat kita kehilangan kontrol diri.
See yaa di book&life next. :)
"Agak malu juga kan, sudah banyak baca buku tapi cara bicaranya masih serampangan. Tempramen dan sebagainya, sangat tidak elok jika disandingkan dengan semua koleksi buku-buku diperpustakaan pribadi, hanya menjadi informasi yang tidak berguna alias sampah."
ReplyDeleteMenohok bangettt. Saya sering baca buku parenting tetapi kadang masih kurang sabar sama anak saya. Tulisan Mbak menjadi pengingat untuk saya. Makasih ya :)
waa.. makasih juga mbk udah mampir :)
ReplyDeleteBener banget mbak, tapi kadang aku mikir bahwa berubah itu butuh proses, apalagi mau mengubah karakter :')
ReplyDeleteBtw, aku jg book blogger loh mbak hehe, jangan lupa mampir ya mbak^^
makasih mbk udah berkunjung, seneng ada yg suka ngereview buku, insyaAllah saya akan mampir... saya juga tahap berjuang meresapi bacaan hehee...
ReplyDelete