Amarah adalah Perang.
Amarah juga Perang.
Amarah tak layak umpama Perang.
Perang bermula oleh angkara durjana dalam dada, berkata-kata bahwa ada hal besar dibalik itu semua, bahkan demi membawa begitu banyak kepentingan. Siapa yang sanggup memahami diantara tangis mengiris pembuluh darah, inikah pengorbanan yang dibutuhkan? Lantas untuk siapa... Tak pula ada yang sanggup bertanya, amarah kemudian buncah dari bongkahan es yang dingin. Sama saja, Amarah pun begitu juga, bermula dari ketidak-mampuan yang dilahap durjana diri. Yang mengkristal adalah benci. Lalu untuk apa? Adakah sejarah dibentuk dari ini semua, goresan yang kelak dikenang atau menjadi lubang dalam tanpa mampu tertimbun waktu. Yang membatu prasasti adalah dendam.
Amarah dan Perang.
Benci juga Dendam.
Perih diantara Tangis.
No comments:
Post a Comment