THOUGHT&BOOK

February 26, 2019

6 Struktur Utama dalam Teks Cerita Fiksi

by , in

Pendekatan melalui beberapa struktur tulisan yang dipakai dalam penulisan cerita fiksi akan membuat sebuah cerita dipahami dengan baik dan dapat dinilai secara objektif dari berbagai perspektif. Tentunya hal ini sangat penting sebagai acuan sehingga alur cerita dapat membentuk sebuah kerangka utuh. 

"Sebagai latihan untuk bisa peka terhadap struktur-struktur tersebut, coba saja mulai dengan menganalisis beberapa cerita pendek."

Disini akan saya tuturkan 6 poin struktur utama dalam teks cerita fiksi, yaitu:
  1. Abstrak. Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana isi dari keseluruhan cerita melalui ringkasan cerita tersebut. Namun, struktur yang satu ini boleh tidak digunakan.
  2. Orientasi. Pada dasarnya dalam struktur orientasi ini merupakan sebuah peninjauan tentang bagaimana tema yang menjadi dasar cerita, latar belakang, dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita nantinya.
  3. Komplikasi. Bagian ini akan ditandai dengan mencuatnya konflik-konflik dalam cerita hingga mencapai klimaks dari permasalahan tersebut.  Hal ini adalah kerumitan yang menjadi jiwa dari sebuah cerita.
  4. Evaluasi. Tentu saja bagaimana pemecahan masalah dari konflik-konflik yang muncul dalam rangkaian cerita yang ditulis.
  5. Resolusi. Ketika sebuah solusi didapatkan untuk mengatasi konflik dalam cerita dan yang dialami oleh tokoh utama.
  6. Koda (reorientasi). Pesan moral atau suatu hikmah yang diuraikan berdasarkan premis utama dalam penulisan cerita fiksi.
Nah, dari sini mungkin lebih mudah untuk membayangkan sebuah cerita fiksi dengan perspektif yang terstruktur dan apa yang ingin disampaikan oleh penulis akan lebih terurai dalam pemahaman para pembaca.

*) Source image: Mashable



February 21, 2019

Menulislah Seperti Apa Kata Penulis Dunia

by , in

"You must write your first draft with your heart. You rewrite with your head. The first key to writing is... to write, not to think." William Forrester 

"Writing only leads to more writing." Collete

"Menulislah untuk dirimu sendiri, dan teruslah menulis tanpa memikirkan pendapat orang lain tentang tulisanmu." Dee

"Inspirasi dibangun menjadi dunia nyata dalam imajinasi yang kemudian dituliskan." Ahmad Tohari

Sesuatu bergenderang didalam kepala saya meminta dituliskan pada sebuah catatan, dan akhirnya saya menuangkan gerombolan huruf-huruf itu kedalam jurnal pagi saya.

Seperti motivasi yang diungkapkan oleh William Forrester, Collete, Ahmad Tohari diatas, Dee pun mengemukakan hal yang serupa. Bahwa sebagai penulis hanya akan bisa memutuskan apakah akan menggunakan aturan-aturan dan standar dalam mengerjakan tulisan atau tidak, ketika ia mengerjakan tulisan itu sendiri. Dari menulis dan menulis, justru akan mengantarkan pada pemahaman yang lebih jauh apa yang kita perlukan atau tidak, kenapa harus menggunakan aturan secara tegas atau melewatinya saja.

Jadi, tugas kita adalah hanya menulis dan menulis saja. Setelah habit tersebut terbentuk, kepekaan penulis akan terlatih dan disanalah keputusan dibuat.

Saya pribadi sudah mengalaminya dan paham betul apa yang dimaksud oleh para penulis diatas, (kalaupun karya saya sama-sekali belum ada) hehe. Namun, seperti saya memotivasi diri saya sendiri, saya juga ingin siapapun termotivasi dari hal ini. 

Seringkali saya menulis dengan pola mengalir ketika sudah berada didepan laptop atau layar komputer. Biasanya ide-ide itu akan meledak ketika saya telah menyelesaikan sebuah bacaan yang menginspirasi saya. Dalam kasus saya, menulis dan membaca adalah pasangan yang solid, maka akan timpang satu hal tanpa hal lainnya.

Selama ini saya menulis dengan draft yang ada dikepala saya, dan seringkali saya menemukan kejutan-kejutan lain ketika proses menulis seperti ini. Hanya saja masalahnya adalah, saya membutuhkan waktu yang lebih panjang dan keadaan yang benar-benar kondusif.

Pada akhirnya, kebanyakan tulisan-tulisan saya tersebut tidak pernah rampung karena terkadang rentang waktu untuk kembali kepada tulisan yang belum selesai tadi membuat ide-ide awal menjadi bersayap. Pada satu sisi hal ini justru sangat positif karena dengan begitu artinya  ide-ide saya berkembang, namun sisi tidak sehatnya adalah saya menjadi kebingungan untuk menentukan satu alur cerita dan fokus disana.

Sampai disini, saya memahami bahwa saya harus banget menggunakan kerangka karangan dan proses menganalisis. 

Proses menganalisis maksudnya adalah, memastikan bahwa tulisan-tulisan saya sudah mengandung unsur-unsur penting dalam kepenulisan dan sudah terstruktur atau tidak.

Nah, seperti yang saya katakan diatas tadi, pada akhirnya setelah menulis berulang kali dan nyaris semua tulisan tidak selesai, saya menemukan kelemahan saya. Bahwa saya perlu menerapkan aturan dan standar baku kepenulisan untuk membantu saya, dan tentu saja imajinasi kita harus tetap bebas menemukan bentuk-bentuknya yang baru tanpa merasa dibatasi.

Namun satu hal yang penting dalam tulisan, yaitu pesan yang ingin disampaikan dan bagaimana menyampaikannya dengan cara yang selalu lebih baik dan jelas.



*)Source image: The Exchange 


February 20, 2019

Unsur-unsur Penting dalam Tulisan Fiksi

by , in


Pada akhirnya saya berhenti dulu untuk menulis ulang semua draf awal cerita pendek saya tempo hari, tantangan 5 cerita pendek. Saya memutuskan untuk mempelajari beberapa teori menulis fiksi dari penulis-penulis yang karya-karyanya sudah mumpuni.

Salah satu tulisan yang menginspirasi saya untuk mengoreksi kembali adalah, tulisan Sitta Karina, yaitu mengenai unsur-unsur dalam fiksi yang sudah seharusnya ada sehingga membentuk rangkaian cerita yang komplit dan dapat disebut sebagai tulisan fiksi.

1. Tema

Dari awal rencana penulisan hal ini adalah yang utama untuk kita tentukan, apa saja yang terdapat disini? yang terpenting adalah pesan yang ingin kita sampaikan, apa yang menjadi dasar pemikiran si penulis atau disebut juga premis.

2. Plot

Penting sebetulnya membuat kerangka karangan yang menjelaskan plot cerita, dimana biasanya plot dibagi kedalam tiga bagian yaitu awal-tengah-akhir. Hal ini berfungsi salah satunya adalah untuk mengembangkan cerita, sebagai stimulus ide-ide baru, dan dalam keadaan tertentu dapat juga digunakan sebagai cara mengatasi writer block.

3. Penokohan

Bagaimana si penulis menentukan tokoh-tokoh dalam cerita, karakter dan latar belakang terbentuknya atau perkembangan awal karakter si tokoh.

4. Latar/Setting

Unsur ini adalah hal yang mampu menjelaskan bagaimana isi cerita atau bisa dikatakan jiwa sebuah cerita. Keadaan yang menjelaskan tentang waktu dan tempat pada keseluruhan cerita.

5. Konflik

Bagian terpenting lainnya adalah membangun konflik, dimana dari sini akan terbentuk jalan pikiran si tokoh dan menggerakan para tokoh sehingga cerita akan terus bergulir secara dinamis. 

6. Sudut Pandang

Bagian ini adalah penggiring pemahaman pembaca yang sangat berpengaruh terhadap alur cerita. Ada 5 sudut pandang atau point of view yang lazim digunakan yaitu; sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang pertama sebagai tambahan, sudut pandang orang ketiga yang serba tahu, sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat, dan sudut pandang campuran (next akan saya bahas).

Dan, keenam unsur diatas ingin saya terapkan dalam tantangan 5 cerita pendek saya, namun sampai tulisan ini kelar pun, saya masih bingung dan linglung pada alur cerita. 



*)Source image: Medium.com


February 17, 2019

Tantangan 5 Cerita Pendek

by , in


Jadi ceritanya adalah ketika saya sedang buka-buka instagram, scrolling bolak-balik gitu dan mentoklah pada satu postingan dari akun makassarwriters yang sedang ngumumin mencari penulis dari Indonesia Timur, buka link-nya sendiri ya MIWF 2019

Lalu dengan mudah saya menantang diri saya sendiri, entahlah apakah saya dengan mudah pula akan menjawabnya atau seperti sebelum-sebelumnya ketika harus menulis panjang, puluhan kali rencana akan membuat buku walaupun hanya dengan penerbit indie dan berakhir gagal hingga sekarang. Kegagalannya karena apa? karena bener-bener gak pernah dikerjain. Alasan untuk tidak sempat menulis atau gak bisa menulis itu banyak sekali, padahal saya selalu mengaku saya sangat menyukai dunia membaca dan menulis, dan profesi terakhir yang ingin saya jalani adalah sebagai seorang penulis. 

Saya selalu percaya melalui tulisan banyak hal yang dapat kita sampaikan, baik menyampaikan sebuah perubahan atau untuk melakukan perubahan. 

Indonesia memang masuk negara dengan tingkat baca yang sangat rendah dan hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap penulis-penulis Indonesia sendiri, kita masih kalah bersaing dengan negara-negara lain. Namun, kita harus melihat lebih dekat permasalahannya dimana, satu indikator yang sangat jelas adalah tingkat kesejahteraan masyarakat luas negara kita. 

Baik, saya sudah mulai bercerita kemana-mana. Sebetulnya yang ingin saya ulas adalah, atau tepatnya saya sedang mencari dan mencoba merumuskan draf-draf 5 cerita pendek saya untuk tantangan diatas. Ya, kalau misalkan gak terpilih menjadi salah satu penulis dari Indonesia Timur di MIWF 2019, setidaknya ada tulisan-tulisan panjang yang saya kerjakan. Saya agak bingung nih memulainya dari tema yang bagaimana. apa saja yang menjadi ketertarikan saya? mungkin seperti buku dan menulis, sejarah, hak asasi manusia, petualangan alam liar, sunset dan sunrise, seni rupa, kegelisahan manusia, dunia aktivis, dan politik. Saya memiliki banyak ketertarikan akan banyak hal, mungkin itu salah satu penyebab distraksi ke saya.

Katakanlah dibawah ini adalah draf yang berhasil saya susun;

Cerita Pendek #1
Pagi ini aku terbangun seperti biasa, alarm ponsel berbunyi berkali-kali. Hari senin pertama setelah seminggu aku mengambil cuti kerja, tak ada perasaan khusus ataupun berbeda, sama seperti banyak hari ketika aku berkemas mempersiapkan diri ke kantor. Aku tidak pernah bersemangat atau membawa ide-ide untuk memulai hari atau melaluinya.  Dan kenapa aku tidak melepaskan pekerjaan ini saja? Aku terjebak seperti kebanyakan karyawan lain yang masih saja tidak percaya akan diri sendiri, aku sudah terlalu lama dibawah kendali sehingga daya saingku pun melemah.

Cerita Pendek #2
Hannah tampak merenung dalam tatapannya yang lurus menembus jendela kaca yang berembun, hujan diluar sana menjernihkan udara yang berdebu beberapa hari ini, Diandra meletakan tumpukan buku diatas mejanya seperti yang ia minta kemarin sore.
"Aku pulang sebentar lagi setelah kamu cerita apa yang kali ini membuatmu tampak gusar Han?" tegur Diandra yang telah berdiri disampingnya, ikut menatap keluar jendela. Hannah menoleh padanya, menatapnya beberapa saat lalu beralih melirik tumpukan buku-buku yang tadi dibawanya.
"Aku membaca beberapa pola yang berulang Dra, seperti yang kita ketahui mempelajari sejarah berarti sama saja seperti membaca rangkaian pola-pola yang dibentuk oleh waktu dan peristiwa. Walaupun hal tersebut dapat ditulis oleh siapapun yang pada saat itu memenangkan situasi, itulah kenapa aku minta kamu membawakanku beberapa buku referensi."

Cerita Pendek #3
Buku-buku membawa berbagai aroma dari waktu ke waktu dan dari segala penjuru tempat, kesunyian yang mengguncang dan ingar-bingar gemerlap yang tak pernah tersentuh. Lembar-lembarnya menyimpan aneka ingatan dan kenang yang menghidupkan juga membuat beberapa saat terpaku disana. Setiap kata-kata menjadi rangkaian harapan, menulisnya membuatku merasa melakukan sesuatu yang melampaui waktuku sekarang. Mengembara seperti para pengembara dari lembah-lembah menakutkan dan mendaki gunung-gunung ponggah. 
Bahwa aku mampu menuliskan perubahan, dari semua perubahan yang ingin aku buat aku hanya ingin mereka menemukan ruangku berpikir, berbincang, kemudian berdiskusi memetakan semua mimpi yang dicatat oleh waktu. 

Cerita Pendek #4
Seluruh Indonesia sedang menanti-nanti acara debat capres-cawapres putaran pertama di 2019 ini, Andrea pun demikian, banyak catatan dikepalanya yang ingin ia tuangkan, ia yang selama ini tak pernah benar-benar perduli akan keadaan politik bahkan dinegerinya sendiri. Seperti kebanyakan anak muda masa sekarang atau lebih dikenal sebagai generasi millenial, mereka adalah salah satu golongan kaum apatis mayoritas. Itu menurut Andrea setelah berdiskusi panjang bersama suaminya pada salah satu kencan makan malam mereka sebagai pasangan pengantin yang baru saja merayakan penyatuan suci, mereka adalah pasangan yang saling melengkapi dan juga saling mempengaruhi.

Cerita Pendek #5
"Kangen berpetualang lagi gak sih Han?" Hendi tiba-tiba sudah berdiri tepat didepannya, Hannah menurunkan kamera yang tadi ia bidikan pada lanskap jauh dibelakang Hendi. Ingatannya lalu melayang pada kali terakhir perjalanannya pada pendakin beberapa gunung yang masuk 7 puncak tertinggi di Indonesia, kerinduan itu seketika menelusup dan bersamaan dengan itu perasaan yang selama ini menyiksanya membuih kembali, cepat ia mengalihkan kilatan-kilatan kenang itu.
"Saya masih berpetualang sampai saat ini Hen, hanya saja medianya berbeda." 
"Yah, mungkin apa yang sekarang kamu kerjakan adalah bentuk petualangan baru bagimu, kehidupan masyakat ekonomi tingkat rendah, anak-anak jalanan, korban tindak kekerasan hak asasi manusia, dan sebagainya. Kamu mendapat tantangan baru, bagus."
"Apa yang salah?"
"Kamu." Hendi berlalu dengan lekas dan tatapan terakhir yang tampak sangat kesal dan bosan.

Dan, demikianlah lima draf cerita pendek yang detailnya hanya saya simpan dipikiran saya, mungkin nanti akan saya pindahkan terlebih dahulu kebuku catatan sebelum mengembun oleh kesibukan dan kesibukan yang selalu menemukan cara untuk menjadi alasan. Gak nyangka juga sih, bisa mencatatnya sekali waktu begini, walaupun bahannya masih sangat mentah.

Evaluasinya adalah, saya kesulitan menemukan konflik yang membentuk klimaks dimana cerita-cerita yang saya tuliskan seharusnya membentuk rangkaian yang berpola atau membentuk ciri dan menyampaikan pesan utuh. 



*)Source image: Google.





February 09, 2019

Kehidupan Lain Dimulai

by , in

         



"Bagaimana saya berpikir tentang sebuah Pernikahan, setelah saya menikah?"

Mari membicarakannya setelah lebih dari tujuh bulan saya menikah, tepatnya 18 Juni 2018, dihari Senin. Ketika itu hanya prosesi akad saja dengan mengundang beberapa warga dari kampung yang dianggap penting untuk hadir, begitu juga dengan beberapa sahabat terdekat yang selama ini ada dalam perjalanan hidup kami masing-masing atau dalam hubungan kami dimana mereka pernah mempertemukan saya dan suami. 
Calon suami diantar untuk prosesi Akad Nikah, 18 Juni 2018.
Saya dan suami satu angkatan semasa SMP dikampung sebelah, sebenarnya kami berdua dari kampung yang cukup berdekatan yang hanya terpisah beberapa kampung-kampung kecil dan terbelah oleh sungai Mahakam. Tak banyak yang saya kenang tentang suami dimasa-masa remaja itu karena beda pergaulan, suami merupakan salah satu anak yang pintar dan dikenal 'culun' sedangkan saya terlibat beberapa kebandelan dan masalah dengan guru. Ini terus terjadi hingga saya di bangku kuliah, bahkan ditempat kerja sekarang. Itu membuat saya menjadi karyawan yang tidak cukup potensial dalam hal jenjang karir. (Lain kali saya akan membahas dunia pekerjaan).

Kira-kira tujuh belas tahun berlalu, kami pun saling menyapa digrup Whatsapp Alumni SMP, yang kebetulan baru dibuat. Setelahnya, terjalin kedekatan kira-kira tiga bulan sebelum kami benar-benar memutuskan untuk menikah.  
Mahar hias karya saya.
Tanpa pertimbangan yang rumit untuk alasan kenapa mengambil keputusan tersebut. Mungkin itulah yang dinamakan 'Jodoh' semua berlangsung begitu saja dan tak terduga, apa-adanya seperti matahari pagi yang selalu terbit atau ketika senja mengakhiri hari. 

Saya punya analisis sendiri mengenai 'Jodoh' ini, selalu ada yang menandainya. Misal, dari  kecocokan topik-topik perbincangan, kesamaan sudut pandang, kemiripan latar belakang keluarga, persamaan kegemaran dan hobi, juga beberapa corak personal yang mengidentifikasi kepribadian masing-masing. Dan hal-hal tersebut dapat mem-verifikasi pola visi dan misi yang satu hingga pada akhirnya berujung pada kemantapan hati. 



Sebuah perni
kahan tidak membutuhkan segala hal yang menjadi ciri umum, ketika pernak-pernik ekspektasi justru menjadi terlalu imajinatif. Dimana pada kondisi tertentu tuntutan tradisi terhadap proyeksi kelompok sosial tertentu menjadi begitu naif. 

Meskipun tidak sesederhana yang saya ungkapkan, karena semuanya hanya perlu terjadi seperti seharusnya dan menjadi apa yang benar-benar kita butuhkan.

Pakaian adat Bugis 
Saya menikah diusia 31 tahun. Banyak hal yang bisa saya pahami dan tentu saja saya tidak menyesalinya, ada sesuatu yang lebih mendalam.

"Cinta itu adalah suami saya"

Akan tetapi dalam kultur sosial Indonesia yang mengikat khususnya menikah diusia yang cukup matang baik bagi perempuan maupun laki-laki memberi cukup tekanan moril yang tanpa disadari akan membebani situasi psikologis individu dan sebagian masyarakat. Namun dibutuhkan pandangan terbuka yang dari sana akan terbentuk ruang tanpa batas yang mendidik kita memiliki rasa empati yang lebih dan kesepahaman yang rendah hati.

Prosesi dan Selebrasi Pernikahan.

Lebih spesifik untuk beberapa detail yang penting, salah satunya ketika itu saya menyiapkan dan merampungkan sendiri Hantaran hias, Kotak cincin hias dan Mahar hias, awalnya karena pertimbangan lebih murah dan saya selalu merasa bisa mengerjakan sesuatu yang cantik dan unik. Nah disini nih poinnya, karena ini adalah kali pertama saya mengerjakan hal tersebut dan dalam waktu juga kesibukan pekerjaan yang singkat dan padat, sehingga pada beberapa tahapan dan trik membuat saya cukup kewalahan dan mengabaikannya. Resikonya, biaya menjadi lebih mahal bahkan setara dengan pemesanan pada jasa-jasa pembuatan khusus. Tapi, saya tetap sangat puas pada hasilnya karena dikerjakan sendiri dan dihibur oleh suami bahwa dalam setiap prosesnya ada kursus gratis yang sangat bermanfaat. 

Niatan awal saya hanya meminta akad nikah sederhana pada suami dan mengajukan ide tersebut pada kedua belah pihak keluarga. Namun, mengingat adat-istiadat dan karena saya juga suami adalah anak pertama dalam keluarga, maka kedua orang tua kami menyarankan adanya sebuah resepsi sesuai kebiasaan di kampung.

Dan dilaksanakanlah resepsi tersebut beberapa bulan setelah akad nikah, yaitu tanggal 07 Oktober 2018.  Acara selebrasi ini sebetulnya cukup privat bagi saya dan suami, kami membatasi undangan untuk beberapa teman-teman dan sahabat yang kami rasa memahami dengan baik bagaimana kami. Kecuali semua warga kampung saya dan suami beserta beberapa warga kampung terdekat yang merupakan kenalan keluarga.

Terima kasih setulusnya dari saya dan suami untuk semua keterlibatan dalam prosesi dan selebrasi kami berdua: Pihak keluarga dan tetangga yang dengan leluasa meluangkan waktu dan tenaga melancarkan semua kemeriahan ini, warga kampung yang dengan ceria siang dan malam mengerjakan panggung, menyiapkan hidangan, menggodok acara, menyarankan banyak hal; teman-teman juga sahabat yang penuh suka-cita hadir dan mendoakan jauh-jauh ke kampung kami, dan juga dengan rela menjadi photografer pernikahan yaitu dek nopi_paul ; dari dekorasi pelaminan, busana, dan make-up yang dikerjakan teman jauh dari kampung tetangga.


"Terkhusus Ibunda saya :) Semua keindahan ini untuk Ibuk, kemudian Abah. Ia yang memberi pandangan tegas dan logis pada saya hingga hari ini terjadi. Saya mencintai kalian"





Ketika itu saya berpikir sangat sederhana, karena yang 
sebaiknya dan yang terpenting adalah hubungan kami segera menjadi halal dan kemudian kami akan bertanggung jawab sepenuhnya pada kehidupan pernikahan tersebut. Dan saya tidak ingin ada keletihan yang lain oleh peliknya persiapan dan perhelatan resepsi. Yang pada akhirnya semua itu terlewati.

Dan gimana sih pendapat saya pribadi ketika rangkaian selebrasi pernikahan yang sekarang jadi trend dimedia sosial dan kalangan masyarakat sekitar, juga menjadi trend dunia bisnis? Sah-sah saja sebenarnya, saya kembalikan lagi kepada perspektif masing-masing untuk terlibat atau membatasi. Atau melihatnya sebagai bentuk hedonisme, dan kita sering terjebak pada batas-batas tersebut. 



Honey Moon.

Traveling adalah kecintaan saya dan suami yang lain selain terdampar di pulau atau tersesat di hutan penuh buku-buku, jadi momen manis setelah menikah inginnya mengunjungi tempat-tempat indah yang jadi destinasi pasangan pengantin kebanyakan. Namun, lagi-lagi saya dan suami mendobrak batas keinginan itu menjadi lebih bersahaja, kita berdua cuman melakukan road trip mengendarai sepeda motor scoopy menuju kota tetangga. Balikpapan. Gambaran yang bernilai, dimana khususnya saya, mengetahui batas-batas yang perlu dan tidak. 

Jadi, bagaimana Pernikahan itu setelah melewatinya sendiri? untuk saya yang baru saja membaui aromanya, 

"Sederhanakan saja, kita hanya perlu tahu dengan siapa kita menikah dan untuk apa kita menikah"





February 05, 2019

Amarah dan Perang

by , in


Amarah serupa topeng perang yang menyemburkan dupa-dupa keperihan. Percikan api menyergap dalam gelap gulita berujung hati yang petang. Amarah lahir serupa perang yang tiada akhir, hanya dendam meluaskan kekosongan yang diam tanpa dasar kemudian berdarah. 

Amarah adalah Perang. 
Amarah juga Perang. 
Amarah tak layak umpama Perang. 

Perang bermula oleh angkara durjana dalam dada, berkata-kata bahwa ada hal besar dibalik itu semua, bahkan demi membawa begitu banyak kepentingan. Siapa yang sanggup memahami diantara tangis mengiris pembuluh darah, inikah pengorbanan yang dibutuhkan? Lantas untuk siapa... Tak pula ada yang sanggup bertanya, amarah kemudian buncah dari bongkahan es yang dingin. Sama saja, Amarah pun begitu juga, bermula dari ketidak-mampuan yang dilahap durjana diri. Yang mengkristal adalah benci. Lalu untuk apa? Adakah sejarah dibentuk dari ini semua, goresan yang kelak dikenang atau menjadi lubang dalam tanpa mampu tertimbun waktu. Yang membatu prasasti adalah dendam.

Amarah dan Perang.
Benci juga Dendam.
Perih diantara Tangis.