Penyair Kecil
: NN
Penyair kecil itu sangat sibuk merangkai kata-kata
dan dengan berbagai cara menyusunnya menjadi
sebuah rumah yang akan dipersembahkan kepada ibunya.
"Kita belum punya rumah kan, Bu? Nah, Ibu tidur saja
di dalam rumah buatanku. Aku akan berjaga di teras
semalaman dan semuanya akan aman-aman saja."
Ketika kau bangun di subuh yang hening itu, kau tertawa
melihat penyair kecilmu tertidur kedinginan
di teras rumahnya, ditunggui Donald dan Bobo,
pengawal-pengawalnya yang setia.
(2002)
: NN
Penyair kecil itu sangat sibuk merangkai kata-kata
dan dengan berbagai cara menyusunnya menjadi
sebuah rumah yang akan dipersembahkan kepada ibunya.
"Kita belum punya rumah kan, Bu? Nah, Ibu tidur saja
di dalam rumah buatanku. Aku akan berjaga di teras
semalaman dan semuanya akan aman-aman saja."
Ketika kau bangun di subuh yang hening itu, kau tertawa
melihat penyair kecilmu tertidur kedinginan
di teras rumahnya, ditunggui Donald dan Bobo,
pengawal-pengawalnya yang setia.
(2002)
Pada Matanya
Pada matanya
aku melihat
kerlap-kerlip
cahaya lampu
kota kecil
seperti bisikan hati
yang lewat memanggil
(2012)
Dua puisi ini adalah favorit saya, sederhana namun menyampaikan banyak hal dalam imajinasi saya. Tentang masa kecil dan cita-cita sederhana, bagaimana caranya mengungkapkan cinta pada orang tua. Lalu ketulusan hati, seseorang yang berarti bagi kita.
Ah, tapi sebetulnya saya gak tau banyak tentang puisi atau sebangsanya. Seperti apa struktur dan polanya. Tapi bagi saya, Joko Pinurbo mewakili kekagumana saya terhadap kata-kata dan bermain kata, hahhaa..
Bayangkan, Jokpin mampu mengangkat hal-hal sederhana untuk diberi nilai lebih dan menyimpan makna yang dalam. Dari sesuatu yang sederhana namun mengubah sudut pandang kita, ia menyampaikan segala kegelisahannya dalam apa yang ia jangkau.
Dalam buku kumpulan puisi pilihan ini, Jokpin seringkali membawa-bawa cerita tentang celana dan seorang ayah-anak. Terkadang ada puisinya yang membuat saya ingin menangis, penggambarannya begitu dekat, saya seolah berdiri di tepi bukit melihat seorang anak memapah ayahnya yang sudah renta tiba-tiba tak lagi bernafas di antara kunang-kunang yang selalu mereka kenang sebagai masa-masa manis.
Jokpin sungguh berbeda dengan Sapardi Djoko Damono atau Widji Tukul, penyair-penyair favorit saya. SDD yang lembut romantis menyejukkan, atau Widji Tukul yang penuh semangat dalam jiwa pemberontaknya. Jokpin berbeda, ia memprotes dengan jenaka. Ia menilai seolah-olah bermain ular tangga.
Saya janji ke diri saya sendiri untuk membaca karya-karya Jokpin yang lainnya. Entah mengapa, kebersahajaan Joko Pinurbo mengingatkan saya pada Widji Tukul, semoga suatu hari saya sempat mengetahui akhir dari cerita hilangnya salah satu pejuang reformasi ini.
*)Source Imange: Google.